CERPEN : Gerobak Tua
Ibu adalah
orang yang pertama kali mencintai kita apa adanya. Bahkan sejak di dalam
kandungan pun, ia adalah orang pertama yang tulus menyayangi dan rela
mengorbankan jiwa raganya agar anaknya tetap sehat dan selamat sampai nantinya
lahir ke dunia.
Setelah anaknya lahir, kasih sayang ibu pun
bertambah dimulai dari erangan tangis ketika melihat kita keluar dari rahimnya.
Ibu terlihat sangat bahagia seakan-akan ia telah melupakan rasa sakitnya ketika
berjuang melawan maut demi melahirkan kita.
Seorang ibu tidak pernah menginginkan
hadiah mewah dari anaknya. Bahagianya sang ibu datang dari hal-hal sederhana.
Asal anaknya selalu menuruti nasihat dan membalas perlakuannya dengan baik, ia
sudah senang. Kesenangan ini kadang tidak terlihat langsung di wajahnya, tetapi
terukir dengan indah di hatinya.
Saat ia sedih pun, jarang langsung ia
tunjukkan pada anak-anaknya. Seolah-olah ia selalu terlihat bahagia, padahal
siapa yang tahu apa yang ia rasakan sebenarnya. Yang jelas, kebahagiaan anaknya
adalah kebahagiaan dirinya juga, tak perlu harus sekeras apapun ia lakukan agar
anaknya bisa tersenyum.
Meresakan suasana pagi hari nan sejuk sembari menikmati udara segar dan menyusuri sudut Kota Nanas, aku melangkahkan kaki untuk mencari sarapan pagi. Sesampai di warung nasi uduk tempat biasa aku membeli sarapan pagi. Aku selalu melihat sesosok ibu separuh baya yang selalu melintas di depan warung nasi uduk dengan gerobak tua yang didorongnya.
Lalu tanpa ragu aku memanggil sang ibu” Buukkkk...!!!, teriakku.
Sesaat kemudian, walaupun
pada awalnya ibu itu terlihat bingung, aku berhasil membuat ia menghampiriku.
“Ibu sudah sarapan?”
tanyaku. Aku langsung
memesankan nasi uduk tiga bungkus untuk ibu dan kedua anaknya yang tertidur
pulas di dalam gerobak tua tersebut. Raut wajahnya menunjukan
kegembiraan yang luar biasa dan berkali-kali mengucapkan” terima
kasih,nak....terima kasih, nak”ucapnya. Dengan
senyuman yang manis diwajahku. Aku pun menjawabnya “ya, bu sama-sama”.
Dengan wajah kecokelatan yang tersirat kelelahan tetapi terlihat
ramah, sang ibu bercerita tentang suaminya yang telah meninggal karena sakit
berkepanjangan yang tidak bisa disembuhkan karena mereka tidak mempunyai biaya
untuk berobat ke dokter. Gerobak tua tersebut adalah harta satu-satunya peninggalan sang suami
yang berprofesi sebagai pemulung. Malangnya, kini sang ibu harus sendirian
berjuang keras untuk menghidupi dua anaknya yang selalu dibawa kemanapun ia
pergi.
Setelah sarapan dan bercerita bersamaku, ibu separuh baya itu melanjutkan
perjalanan dengan kedua anaknya sambil mendorong gerobak tua tersebut. Setiap
hari sang ibu berkeliling ke perumahan untuk mencari sisa-sisa barang dengan
gerobak tuanya, menyusuri jalan raya, sambil membawa dan menghibur dua anaknya
yang masih kecil. Dari wajahnya, terlihat sosok yang sangat tegar menjalani kerasnya hidup.
Lepas segala ambisi dan nafsu duniawi,
jatuh tersungkur di hadapan ketulusan seorang hamba yang begitu tulus menjalani
hidupnya. Dengan semua ujian hidup yang begitu berat, dia tetap tersenyum
menghadapi kerasnya kehidupan, tak ada iri dan dengki terhadap sekelilingnya
yang hidup jauh lebih beruntung, dan dengan ikhlas ia berkata, “Tuhan Maha Adil".
Ibu adalah orang yang pertama kali
menyayangi kita, tidak peduli seberapa buruk perlakuan kita terhadapnya. Ibu
adalah sosok paling tegar yang pernah ada, yang rela mengorbankan apapun demi
menghidupi buah hatinya. Se-arogan apapun sosok ibu yang pernah ada, mereka
tidak akan mungkin menjebloskan buah hatinya sendiri ke dalam jurang. Ia akan
tulus berjuang melindungi sampai kapanpun, demi keselamatan dan kebaikan
anaknya.
Dengan segala kerendahan hatinya, ibu
adalah sosok pahlawan multitalenta sejati. Ia mampu bekerja, mendidik, dan
mengurus apapun sekaligus. Karena di dalam setiap kesuksesan yang telah kita
peroleh, tidak lupa terdapat peran besar dari usaha dan doa khidmat sang Ibu.
#SekolahMenulis
kaya akan pesan..keren👍
BalasHapusSungguh perjuangan dan jasa-jasa ibu sangatlah besar, kita wajib berbakti pada ibu kita
BalasHapus