CERPEN : Hei Mimpi, Aku Kepadamu



Hari ini memang sangat cerah sekali. Aku terbangun dari mimpi malamku yang entah apa mimpinya. Aku lupa akan hal itu. Kepalaku nyut-nyutan sekali karena semalam aku bergadang untuk menyelesaikan deadline sejuta mimpiku. Ditambah lagi aku masuk angin karena terlalu sering bergadang. Tetapi, itu tidak apa-apa. Selama aku bisa bernafas dan menginjakkan kaki di bumi ini, maka aku tidak segan untuk terus maju dan berkarya hingga akhir hayatku. Aah! Sekarang tambah berdenyut kepalaku. Ibu berteriak menyuruhku segera bangun dari tempat tidurku. Padahal, aku sudah melaksanakan kewajibanku seorang muslim, yaitu sholat shubuh. Aku hanya butuh waktu sebentar untuk berbenahkan diri di atas kasurku yang empuk dan nyaman ini. Teriakkan ibuku yang ke-3 kalinya, barulah aku bangun dan berdiri dengan kepala yang masih nyut-nyutan dan hati pun juga ikutan nyut-nyutan. Aku tahu alasan ibuku berteriak. Tentu saja, itu untuk menyuruhku membersihkan rumah dari ujung ke ujung. Itulah salah satu kegiatan pagiku sebelum berkativitas yang lainnya.
            Sebelum aku mulai membersihkan rumah, aku minum segelas air terlebih dahulu. Tenggorokanku kering sekali sehingga tiga kali tegukkan langsung ludes dengan ukuran gelas yang cukup gede. Aku rasa tadi malam, aku membuat nada dari tenggorokan yang bisa membuat telinga orang menjadi tuli. Iya pasti kamu tahu itu adalah nada tersuram sedunia, biasa disebut “ngorok”.  Setelah minum, aku mengambil gelas dan membuat kopi kesukaanku. Kopi hitam ini memang khas dari daerahku. Aromanya selalu menentramkan hati, jiwa, dan ragaku. Hanya aku lah di keluarga ini yang menyukai kopi hitam. Kenapa aku menyukainya? Karena kopi hitam terlihat begitu sederhana, tetapi aromanya menghangatkan dan menentramkan suasana hati dan pikiran. Aku selalu meminumnya dengan cemilan apa aja yang ada di rumah. Terkadang dengan biskuit, roti, gorengan, dan buah.
Setelah sarapan dengan kopi hitam yang menentramkan hati dan pikiran, aku memulai membersihkan rumah dimulai dengan menyapu dan mengambil ember untuk mengepel sekeliling lantai bawah yang panjang dikali lebar seperti rumus persegi panjang.
            Setelah mengepel seluruh ruangan di lantai dasar, aku mulai mengecek hpku untuk memeriksa apakah ada yang chat sambil mengademkan badan yang berkeringat. Setelah itu, aku membersihkan tempat tidurku, dan ke kamar mandi untuk membersihkan kuman-kuman yang lengket setelah olahraga mengepel. Setelah mandi, aku duduk di ruang TV, bisa disebut ruang santai. Di sana ada ibu dan ayahku sedang menonton. Ayah memulai percakapan pagi ini.
Al, kok engga kerja? Ga bosen di rumah?” tanya ayah.
“Lho? Kan Al buat bimbel Bahasa Inggris, yah. Besok ngajar. Al juga sambil menulis untuk proyek membuat buku bareng teman-teman.” jawabku.
“Maksud ayah kerja di kantor. Mana tau dapat jodoh di sana. Kenapa menulis buku? Mendingan nulis data-data aja di kantor.” kata ayahku.
“Jodoh di tangan Allah, bukan di tangan kantor, yah. Al  kan berbisnis demi masa depan juga, yah. Dengan berbisnis, insya Allah bisa sambil mengatur keluarga, yah. Mana tau ke depannya Al lebih sukses dan berduit dari yang lain. Jangan meremehkan dulu dong. Oh ya, Al suka menulis, bukan untuk mendata orang-orang yang tidak dikenal, tetapi Al mau seperti penulis lain yang telah melebarkan sayapnya hingga ke penjuru negeri.”jawabku dengan panjang lebar seperti luas kamarku.
“Ah! Untuk apa menjadi penulis? Belum tentu masa depannya. Bisa jadi bukunya engga laku di pasaran. Mending kerja deh di kantor.”sapa ibuku.
Bu, Al sudah membuat keputusan. Al juga tidak pengangguran. Al mulai membuka bimbel dari nol. Sekarang memang penghasilannya masih kecil, belum tahun depan masih kecil. Asalkan berusaha dan berikhtiar, insya Allah ada rezeki lebih. Menulis juga bukan hanya menulis. Itu adalah passion dan skill Al sedari dulu. Mungkin sekarang belum menjadi penulis seutuhnya. Kita engga bisa memprediksikan masa depan. Barangkali dua atau tiga tahun lagi bisa membuat novel dan diakui sedunia. Itu adalah salah satu mimpiku yang sekarang Aku kendalikan. Jika Al membangun mimpi, Ibu dan ayah juga yang senang dan bangga. Jadi, tolong dukung mimpi-mimpi Al. Oh ya, Al juga ada rencana mengambil S2 ke luar negeri. Kalau engga dapat, ya di dalam negeri.”responku terhadap nyinyiran Ibuku dengan kalimat seluas ruang TV rumah ini.
“Ngapain jauh-jauh? Engga. Engga boleh. Menikah dulu! Ibu dan ayah sudah tua. Kalo engga ambil S2 di sini.”kata ibuku yang selalu memuat hati panas.
“Iya, ibu dan ayah udah tua, Menikah dulu aja. Biar bisa tenang nanti. S2 itu pasti ada aja masalahnya.  Kalau udah menikah, bisa ada yang nemenin kamu kemana-mana. Kamu selalu berpergian jauh sendirian. Setidaknya, ada yang menemanimu nanti kalau S2.”saran ayahku yang mulai membuatku down. Bayangin saja aku seperti tersudut di ruang yang gelap dan berdebu tanpa jendela. Sesak rasanya.
Bu, yah, do’akan saja yang terbaik buat Al dari jodoh, pendidikan, dan masa depan yang ingin aku bangun. S2 di sini? Mana ada Sastra Inggris. Yang ada Pendidikan Bahasa Inggris. Al juga tidak mau mengambil di sini. Buat apa S1 jauh-jauh kalau S2nya lebih dekat?”tegasku.
“Lalu, kenapa pulang?”tanya ayahku.
Al pulang karena ada alasannya, yah. Al mau membangun kursus Bahasa Inggris gratis bagi yang tidak mampu nanti. Aku juga mau membangun provinsi ini menjadi lebih baik lagi. Engga seperti sekarang. Al juga malas dan capek berantem sama abang di sana. Tunggu dia ke Moscow, insya Allah aku akan merantau lagi.”jawabku.
Pada akhirnya, setelah panjang dikali lebar berdebat dengan kedua orang tuaku, aku pun memasuki tempat favoritku, yaitu kamarku. Aku mendengarkan lagu dan membuat materi untuk kelas malamku. Memang kedua orang tuaku tidak menyetujui apa keputusanku. Dulu memang aku masih polos sekali, hingga menurut apa yang kedua orang tua katakan. Baju pun dulu dipilih oleh mamaku. Tetapi, itu dahulu sekali. Sebelum aku mengangkat kaki ini melangkah lebih jauh lagi dan memasuki dunia perantauan. Mau S2? Disuruh menikah dulu. Jodohnya saja belum terlihat. Membuat bimbel, sudah diberikan alasan dan niat yang baik, tetapi malah dijatuhkan. Mau jadi penulis, malah direndahkan. Aku rasanya mau berteriak-teriak di pinggir pantai biar lautan merasakan apa yang aku rasakan.
Namun, aku sekuat tenaga akan berusaha membuat mimpi-mimpiku menjadi nyata. Karena aku sang penakluk mimpi yang memiliki sejuta mimpi tidak mudah mundur dengan mudahnya. Kau pernah mendengarkan kisah pendiri Suzuki? Itu tragis sekali hidupnya. Berkali-kali ia terjatuh, berkali-kali ia terjatuh, bengkelnya tidak laku, tetapi dengan tekad yang kuat dengan membuat sepede yang memiliki mesin tanpa didayung, ia berhasil dipercaya untuk membuat yang lebih bagus lagi. Kau pernah membaca penulis buku fantasi Harry Potter, bernama J. K. Rowling? Ia adalah single parent yang karangannya sering ditolak oleh penerbit. Tetapi nasibnya sangat baik. Pada akhirnya, karangan tulisannya diakui oleh dunia. Apakah itu belum cukup memotivasiku? Tentu saja cukup. Masih banyak lagi orang-orang sukses yang selalu terjatuh, tetapi bangkit lagi. Maka dari itu, aku, dengan segala usaha dan ikhtiarku, insya Allah akan selalu maju dan tetap kepada pendirianku. Karena aku tidak ingin seperti aku yang dulu, yang terlalu menutupi keahlianku. Bagaimana dengan kamu? Mari meraih mimpi bersamaku hingga ke ujung dunia.

Life never ends if you just pessimist and blame yourself. Just lead it up, and catch your dreams! Make it all dreams are happened. Never give up, and keep fighting

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Elemen-elemen dakwah

PUISI : Rindu Rumah

CERPEN : SEMANGKOK BAKSO