Elemen-elemen dakwah
Elemen-elemen
dakwah yaitu komponen – komponen yang harus ada dalam setiap kegiatan dakwah
(Munir dkk,2006:21). Tanpa adanya elemen-elemen dakwah maka berakibat
terhambatnya sukses dakwah kepada umat. Begitu sangat urgen elemen-elemen dakwah
sehingga dapat mempengaruhi suksesi dakwah. Elemen-elemen dakwah terdiri dari
da`i (pelaku dakwah), mad`u (objek/mitra dakwah), maddah (materi dakwah),
washilah (media dakwah), thariqah (metode).
A.
Da’i (pelaku Dakwah)
Dakwah
tidak mungkin akan terselenggara jika unsur ini ditiadakan, walaupun mungkin
unsur – unsur yang lain tersedia. da`i merupakan kata bahasa Arab yang diambil
dari bentuk mashdar “دَاعِيَةٌ”
yang berubah menjadi fa`il “"دَاعِيٌ mempunyai arti “yang berdakwah” (Munawwir,1997:407). Jadi
setiap orang yang berdakwah dapat disebut sebagai da`i.
Da`i
adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang
dilakukan baik secara individu, kelompok atau lewat organisasi maupun
lembaga (Munir dkk.,2006:21). Dalam hal ini istilah da`i bermakna umum. Namun
demikian da`i sering disebut sebagai khatib (yang berkhutbah) dan atau mubaligh
(juru penyampai ajaran Islam) dengan pengertian khusus.[1]
Nasaruddin
Lathief mendefinisikan da`i sebagai Muslim dan Muslimat yang menjadikan dakwah
sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas (penerus) Ulama (Munir, dkk.,2006:22).
Pada prinsipnya setiap Muslim dan Muslimat berkewajiban menjadi Da`i amar
ma`ruf nahi munkar, lihat kembali Q.S. Ali `Imran/3:104. Walaupun demikian
sudah menjadi maklum bila setiap Muslim dan Muslimah dapat berdakwah secara
baik dan sempurna karena pengetahuan dan kesanggupan mereka berbeda – beda satu
dengan yang lainnya.[2]
Da`i mempunyai
tugas dan fungsi dalam proses mendakwahkan Islam yaitu dengan jalan :
1. Meluruskan
i`tiqad (tekad), da`i bertugas meluruskan dan membersihkan kepercayaan
masyarakat yang keliru seperti TBC (Tahayul, Bid`ah dan Khurafat) serta
mengembalikan umat kepada kepercayaan yang Haq yaitu ajaran tauhid. Allah SWT
telah berfirman :
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya:
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik"(Q.S. Yusuf/12:108).
2. Mendorong
dan merangsang umat untuk beramal baik. Sesekali da`i harus bisa melakukan
indzar yaitu membayangkan kesulitan dan kepahitan bila umat tidak melaksanakan
amal kebaikan. Sesekali da`i juga harus memberikan tabsyir yaitu merangsang,
membayang – bayangkan keberuntungan apa yang akan diperoleh jika umat melakukan
amal kebaikan.
3. Mencegah kemungkaran, jika umat Islam lemah untuk merubah
kemungkaran maka merekalah
yang akan turut dihanyutkan oleh kemungkaran itu dan malapetaka umat akan datang
sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَاْخُذُوْا عَلَى يَدَيْهِ أَوْ شَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ
(رواه أبو ذاود و الترمذى و النساء)
Artinya:
Sesungguhnya manusia jika melihat kedhaliman (kemungkaran), sedangkan dia tidak berusaha mencegahnya, niscaya Allah akan mengumumkan Azab kepada mereka dari sisi-Nya.(HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa-i) Sangat pantaslah kemudian jika seorang da`i digelisahkan oleh kemungkaran dan kemaksiyatan yang meraja - lela di sekitarnya karena didorong keimanan mereka oleh sebab itu mereka berusaha menegurnya. Namun jika ada seorang da`i yang merasa bisa – bisa saja dari kondisi kemungkaran yang ada disekitarnya maka itu bertanda keimanannya sudah goyah dan dipertanyakan lagi.
Sesungguhnya manusia jika melihat kedhaliman (kemungkaran), sedangkan dia tidak berusaha mencegahnya, niscaya Allah akan mengumumkan Azab kepada mereka dari sisi-Nya.(HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa-i) Sangat pantaslah kemudian jika seorang da`i digelisahkan oleh kemungkaran dan kemaksiyatan yang meraja - lela di sekitarnya karena didorong keimanan mereka oleh sebab itu mereka berusaha menegurnya. Namun jika ada seorang da`i yang merasa bisa – bisa saja dari kondisi kemungkaran yang ada disekitarnya maka itu bertanda keimanannya sudah goyah dan dipertanyakan lagi.
1.
Membersihkan jiwa, sudah barang tentu seorang da`i harus bisa
belajar dan selalu belajar untuk membersihkan jiwanya sebelum menyeru orang
lain untuk membersihkan jiwa mereka. Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.(رواه البخاري و مسلم)
Artinya:
Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan sungguh setiap orang memperoleh apa yang dia niatkan. ( HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan sungguh setiap orang memperoleh apa yang dia niatkan. ( HR. Bukhari dan Muslim)
2.
Mengokohkan diri / Pembajaan diri, pada hakikatnya seluruh aspek
kehidupan manusia harus dihayati oleh ruh Agama, hal ini berdasarkan firman
Allah SWT:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .( ١٦٢)
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Q.S. Al An`am/6:162) ز
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Q.S. Al An`am/6:162) ز
Para da`i
hendaknya mengokohkan atau melakukan pembajaan untuk diri sendiri dan manusia
Muslim lainnya agar karakter kepribadian hidupnya betul – betul didasarkan pada
ajaran Agama Islam. Sehingga dapat menamengi dan memfilterisasi diri dari
ajaran Luar Islam yang tidak sesuai dengan Islam.
3.
Membina persatuan dan persaudaraan, agar dapat membentuk masyarakat
yang kokoh dan tidak mudah diserang oleh pihak – pihak yang dapat merusak
Islam. Allah SWT telah memberikan sinyalemen pada firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. (١٠)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (Q.S. Al Hujurat/49:10). [3]
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (Q.S. Al Hujurat/49:10). [3]
B.
Mad’u
Mad’u adalah
manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun
tidak; dengan kata lain manusia secara keseluruhan.Kepada manusia yang belum
beragama islam adlah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama islam; sedangkan
kepada orang-orang islam adalah untuk meningkatkan lagi kualitas iman, islam,
dan ihsan. [4]
Mad`u adalah
masyarakat penerima dakwah, sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah ditujukan,
merupakan kumpulan dari individu di mana benih materi dakwah akan ditabur
(Munir,2006:32). Sebelum berdakwah kepada mad`u maka sosok da`i harus
mempelajari kondisi dan keadaan dari mad`u. Kegiatan memberikan pengaruh kepada
mad`u apalagi dalam ranah dakwah amar ma`ruf nahi munkar bukanlah kegiatan yang
mudah jika kita tidak mengetahui keadaan dari mad`u maka sangat memungkinkan
akan mengalami kegagalan total (GATOT). Oleh sebab itu Ali bin Abi Thalib Ra.
Pernah berkata:
حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُحِبُّوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ
Artinya:
Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, Apakah engkau suka Allah dan Rasulnya didustakan?(Shahihu Al Bukhari:124 dalam Munir,2006:103).
Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, Apakah engkau suka Allah dan Rasulnya didustakan?(Shahihu Al Bukhari:124 dalam Munir,2006:103).
Dari Atsar
Sahabah Ali bin Abi Thalib Ra. dapat menjadi dalil bahwa memperhatikan strata
mad`u itu perlu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap Allah dan
Rasulnya sebelum berdakwah. Bahkan Rasulullah SAW pernah berkata kepada `Aisyah
R.`Anhaa: “Wahai `Aisyah, andaikan bukan karena kaummu baru masuk Islam, pasti
aku akan merombak Ka`bah, dan aku jadikan dua pintu, pintu untuk masuk dan
pintu untuk keluar.” (Fathul baari, syarh hadits bukhari No. 123 dalam
Munir,2006:105). Ibnu Hajar al Asqalani
menjelaskan hadits di atas bahwa Orang Quraisy waktu itu masih sangat
mengagungkan Ka`bah, Rasulullah SAW berencana untuk merubah bangunannya tetapi
beliau khawatir disangka nanti akan disangka macam – macam oleh penduduk
Quraisy yang saat itu terhitung “baru masuk Islam”, akhirnya beliau
mengurungkan rencananya.
Dari beberapa petunjuk di atas kewajiban
seorang Da`i pertama kali harus memperhatikan “Siapa mad`unya?”. Di awal surat
Al Baqarah, mad`u dikelompokan dalam tiga rumpun, yaitu: mukmin, kafir dan
munafiq. Imam Mujahid berkata :“empat ayat di awal Surat Al Baqarah
mendiskripsikan tentang sifat orang mukmin, dua ayat setelahnya mendiskripsikan
sifat orang kafir dan tiga belas ayat berikutnya mendiskripsikan sifat orang
munafik…..”.
C.
Maddah
Maddah adalah
isi pesan atau meteri yang di sampaikan Da’i kepada Mad’u. Secara umum materi
dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:
1.
Masalah akidah( Keimanan)
2.
Masalah syariah (Hukum)
3.
Masala muamalah (hubungan sosial)
4.
Masalah Akhlak (Tingkah laku)[5]
Maddah
dakwah yaitu isi pesan atau materi atau ideology dakwah yang disampaikan da`i
kepada mad`u (Yaqub,1986:29). Maddah dakwah itu berupa Ajaran Islam itu
sendiri. Pijakan pokok dari ajaran Islam yaitu Al Qur`an dan As Sunnah
Rasulullah Muhammad SAW.
Seorang da`i harus selalu mendalami maddah dakwah dengan melakukan penelitian
serta perbandingan dengan keadaan sekitar. Semakin kaya pengetahuan seorang
da`i mengenai maddah maka dia akan semakin baik dalam menyampaikan dakwahnya.
Ajaran Islam itu dinamis, progressif (berkemajuan), dialektis dan romantis.
Oleh karena itu seorang da`i hendaknya mampu menunjukan kehebatan ajaran Islam
kepada mad`u yang berwujud masyarakat di sekitarnya melalui dalil – dalil atau
keterangan – keterangan yang mudah dipahami oleh mereka. Ibarat seorang juru
masak yang pandai menghidangkan cita rasa makanan lezat sehingga dinikmati oleh
banyak orang yang mengonsumsi masakannya. Maka seorang da`i juga harus bisa
mengemukakan maddah dakwah dengan baik dan bijaksana.
Maddah dakwah harus sesuai dengan kondisi dan keadaan dalam penyampaiannya. Namun bukan berarti bahwa maddah dakwah yang disampaikan pada hari – hari kemudian tidak diperlukan justru maddah dakwah Ajaran Islam perlu disebarluaskan secara tahapan (thabaqun `an thabaqin) menurut tempat dan proporsinya masing – masing.[6]
Maddah dakwah harus sesuai dengan kondisi dan keadaan dalam penyampaiannya. Namun bukan berarti bahwa maddah dakwah yang disampaikan pada hari – hari kemudian tidak diperlukan justru maddah dakwah Ajaran Islam perlu disebarluaskan secara tahapan (thabaqun `an thabaqin) menurut tempat dan proporsinya masing – masing.[6]
D.
Washilah
Wasilah (media dakwah) adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah
(ajaran Islam) kepada mad’u. untuk menyampaikan ajaran Islam kepada
umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Ya’qub membagi wasilah
dakwah menjadi lima macam, yaitu:
1. Lisan adalah media
dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan
media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan
sebagainya.
2. Tulisan adalah media
dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, spanduk, dan sebagainya.
3. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya.
4. Audiovisualadalah
media dakwah yang dapat merangsang indera pendengaran,penglihatan, atau
kedua-duanya, seperti televisi.
5. Akhlak, yaitu media
dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang
secara langsung dapat dilihat dan
didengarkan oleh mad’u.[7]
E.
Thariqah
Metode adlah suatu cara yang di tempuh atau cara yang ditentukan
secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem,
tata pikir manusia. Metode dakwah adalah jalan atau cara yang di pakai juru
dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah islam. Secara garis besar ada tiga
pokok metode dakwah, yaitu:
1. Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga mudah di mengerti dan mereka tidak merasa bosan dan apa yang da’i sampaikan.
2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan
nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran islam dengan rasa kasih sayang (lemah
lembut), sehingga apa yang disampaikan dai tersebut bisa menyentuh hati si
madu.
3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar fikiran atau tanya jawab. Dengan ini dai bisa mengetahui apa yang
menjadi pertanyaan oleh sekelompok orang/individu tentang suatu masalah dalam
kehidupan.[8]
[1] http://immcabangbanyumas.blogspot.com/2011/12/unsur-unsur-dakwah.html, diakses tanggal 20-03-2013
[2] http://yeyeanto.blog.com/2011/04/13/unsur-dakwah.html,
di akses tanggal 26-03-2013
[3] http://immcabangbanyumas.blogspot.com/2011/12/unsur-unsur-dakwah.html,
diakses tanggal 20-03-2013
[4] http://yeyeanto.blog.com/2011/04/13/unsur-dakwah.html,
di akses tanggal 26-03-2013
[5] http://yeyeanto.blog.com/2011/04/13/unsur-dakwah.html,
di akses tanggal 26-03-2013
[6] http://immcabangbanyumas.blogspot.com/2011/12/unsur-unsur-dakwah.html,
diakses tanggal 20-03-2013
Komentar
Posting Komentar