Mengapa kita harus menulis?

Ada yg belum memulai sudah nyerah duluan. 

Ada yg sudah mulai tapi nyerah di tengah jalan. 

Ada yg naskah selesai tapi nyerah karena penolakan. 

Ada yg berhasil terbit tapi tak lagi berkarya karena buku gagal di pasaran.

Maka sebelum belajar teknis kepenulisan, hal terpenting menurut saya adalah bertanya pada diri, mengapa saya harus menulis.

Jawaban atas pertanyaan itulah yg sangat menentukan keistiqomahan kita dalam menulis. Daya tahan kita dalam berkarya ditentukan oleh motivasi apa yg sedang kita perjuangkan dari karya yg kita buat.

Dengan motivasi yg kuat, harapannya menulis bukan lagi menjadi kewajiban dan beban, tetapi sudah menjadi bagian dari hidup kita. Kita gak merasa wajib nulis, tapi merasa butuh nulis.

Mengapa kita harus menulis?

1. Karena Hidup Harus Terus Belajar

Belajar itu kewajiban kita, dari lahir sampai meninggal dunia. Orang yg puas dg ilmunya akan menjadi pribadi yg tidak berkembang. Pintar itu baik, tapi merasa pintar itu yg bahaya. Berilmu itu mulia, tapi merasa sudah berilmu itu yg bahaya.

Maka tiap hari tanyakan pada diri kita, "Aku harus bisa apa lagi ya?" Dengan pertanyaan itu kita akan terus bertumbuh. Kita akan terus belajar. Kita tidak akan pernah terpuaskan dg ilmu. Tahu-tahu tahun depan kita sudah menguasai banyak keterampilan baru.

Coba kita lihat bagaimana semangat para ulama' dalam menimba ilmu. Sngguh tinggi semangat mereka dalam belajar dan mengajar. Sebagaimana diungkapkan Imam Asy Syafi'i, "Aku terhadap ilmu seperti seorang ibu yang mencari anak semata wayangnya yang tersayang dan hilang. Dan ketika menyimak ilmu, sungguh aku berharap bahwa seluruh tubuhku adalah telinga."

Lalu apa huhungannya dg menulis?

Dengan menjadi penulis, maka pengetahuan kita pun ikut berkembang karenanya. Wajar, karena untuk menjadi seorang penulis hebat, ia harus banyak membaca.

Produktivitas seorang penulis berbanding lurus dengan kegemarannya dalam belajar, dalam membaca, mengaji, dan beragam aktivitas keilmuan.

Ketika kita ingin menulis tentang suatu ide, kita pasti akan melakukan banyak hal agar ide itu bisa tersampaikan kepada pembaca dengan baik, menarik, dan informatif.

Agar hal itu dapat dicapai, maka yang perlu dilakukan oleh seorang penulis adalah mencari sebanyak-banyaknya referensi tentang ide yang akan dituliskannya itu. Ia akan rajin membaca topik-topik yang berkaitan dengan tulisan yang akan dibuatnya. Ia akan browsing sana-sini mencari data dan informasi yang terkait tulisannya.

Maka wajar jika seorang penulis akan memiliki wawasan dan cakrawala yang luas dalam memandang suatu hal. Karena ia telah terbiasa membaca.

Disinilah menariknya menjadi seorang penulis. Ia banyak dihargai karena intelektualitasnya. Caranya memandang hidup akan lebih dalam daripada seseorang yang hanya hobi membaca. Karena untuk menulis sebuah topik bahasan saja, tidak jarang harus membaca puluhan buku. Tidak jarang untuk mengungkap fakta suatu hal, seorang penulis akan mencari  tahu secara langsung ke sumber fakta itu berasal.

Penulis itu harus banyak baca dan gila belajar. Ketika bacaan kita berlimpah, kita akhirnya tahu bahwa satu topik ternyata bisa memiliki banyak sudut pandang. Dengan memiliki banyak sudut pandang inilah proses penulisan menjadi sangat menarik.

Yg harus diingat, menulis itu tidak bisa sekali jadi. Jarang ada orang yg punya bakat nulis dari lahir. Kemampuan menulis itu hasil dari proses menulis yg berkesinambungan. Semakin sering kita nulis, semakin baik tulisan kita. Nulis pertama masih berantakan, tentu wajar. Tetapi tulisan ke seratus, keseribu, insyaallah jauh lebih baik.

2. Karena Hidup Harus Berbagi

Otak kita mengingat:

10% pelajaran yang kita baca.

20% pelajaran yang kita dengar.

30% pelajaran yang kita lihat.

50% pelajaran yang kita dengar sekaligus lihat.

70% pelajaran yang kita bicarakan dengan orang lain.

80% pelajaran yang kita praktikkan.

95% pelajaran yang kita ajarkan kepada orang lain.

Penulis bukan orang yang pelit mengajarkan ilmu kepada orang lain. Dia tidak takut tersaingi hanya karena mengajari pembacanya tentang materi yang ia pahami. Justru penulis punya kebiasaan baik untuk berbagi pengetahuan kepada siapa pun. Karena dengan mengajari orang lain tentang suatu hal, ia makin paham hal tersebut.

Salah satu cara belajar yang efektif adalah belajar dengan mengajar. Saat hendak mengajarkan materi pelajaran kepada seseorang, kita makin terpacu untuk menguasai materi tersebut. Mengapa demikian? Tentu saja agar kita bisa menjelaskan materi itu kepada orang lain dengan baik.

Maka jangan enggan berbagi ilmu kepada siapa saja dengan menuliskannya. Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dia menyembunyikannya, maka ia akan diikat dengan tali kekang dari api neraka pada hari kiamat.” (H.r Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan disahihkan oleh Ahmad Syair).

Kalo nulis tujuannya berbagi, maka semangat nulis kita gak mudah goyah. Jangan nulis karena gila pujian. Karena penulis yg gila pujian akan jatuh saat ia menerima makian.

Jangan nulis karena royalti. Agar tetap produktif meski hasil finansial tak sesuai keinginan hati.

Jangan juga karena ingin terkenal. Sebab tak semua orang baik dikenal sosoknya. Kadang karyanya saja yg memiliki dampak luar biasa.

Niatkan menulis sebagai media kita berbagi. Sesederhana apapun tulisan kita, jangan pernah meremehkannya. Bisa jadi tulisan yg kita anggap sederhana itu ternyata berdampak besar bagi orang lain.

Niatkan untuk berbagi inspirasi, berbagi semangat, berbagi ilmu. Bukankah kita tidak tahu bahwa pengalaman yang menurut kita sepele ternyata sangat berharga bagi orang lain.

Bukankah kita tidak pernah tahu bahwa ternyata ilmu dan wawasan yang menurut kita sederhana ternyata sangat berguna bagi orang lain.

Miliki motivasi untuk berbagi. Percayalah, ilmu, wawasan, pengalaman, sekecil apapun, jika dibagi, ia akan berdampak luas.

Menebarkan inspirasi kebaikan adalah sebuah kemuliaan jika kita meniatkannya mengharap balasan dari Tuhan. Sekata tulisan kebaikan yang ditebar, tetaplah bernilai sedekah. Sekata tulisan keburukan yang disebar, tetaplah bernilai dosa. Maka tebarlah seluas mungkin kalimat-kalimat kebajikan dan niatkan menggapai ridho Allah semata.

3. Karena Hidup Harus Meninggalkan Jejak Sejarah

Yg kita lakukan hari ini akan menjadi sejarah bagi manusia di generasi yg akan datang. Pertanyaannya, usai kita meninggal, seberapa banyak orang yg masih mengenal, mengenang, dan mendoakan kita?

Menulis itu salah satu cara kita meninggalkan warisan. Saat kita tiada nanti, orang mengenang kita sebagai apa? Warisan apa yg bisa dinikmati dari kehidupan kita? Jangan sampai ada dan tiadanya kita di dunia ini gak ada bedanya.

Miliki semangat untuk mengabadikan pemikiran dan ilmu. Sesederhana apapun yang kita pikirkan, hakikatnya itu adalah karunia Tuhan yang sayang untuk diabaikan begitu saja. Pemikiran yang tak dituliskan, sangat rawan menguap dan hilang begitu saja. Itulah sebabnya wasiat klasik mengungkapkan, ikatlah hikmah dengan menuliskannya.

Beruntunglah orang yang menulis. Beruntung karena mereka tidak melewatkan begitu saja detik demi detik kehidupannya. Mereka tidak membiarkan pemikiran yang dihadiahkan oleh Tuhan berlalu begitu saja. Mereka mencatatnya, membaginya, hingga membuatnya menjadi sesuatu yang bermakna, buat diri sendiri maupun buat orang lain.

Yg kadang bikin kita enggan nulis adalah pertanyaan2 dari diri kita sendiri, tulisanku ada yg baca nggak ya? Ada yg butuh nggak? Manfaat gak? Ujung2nya kita pun gak jadi nulis karena kehilangan kepercayaan diri.

Teman2, benar bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang mengetahui tentang segala hal. Namun saya juga yakin bahwa setiap kepala memiliki informasi yg belum tentu orang lain tahu.

Sehingga saya meyakini setiap kita pasti memiliki gagasan emas untuk dibagi dan dituangkan dalam tulisan. Bahkan meskipun tak seorang pun saat ini mengapresiai tulisan kita, norang yg bermindset penulis tetap menuangkan idenya dalam tulisan karena ia yakin betapa berharga ide tersebut untuk dikuburnya dalam hati. Ia percaya suatu saat ide itu akan berjodoh dg orang yg membutuhkan, bahkan bisa jadi ide itu akan diakui dunia.

🔊Sumber dikutip dari : @Kak Ahmad Rifai Rifan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Elemen-elemen dakwah

PUISI : Rindu Rumah

CERPEN : SEMANGKOK BAKSO